Mendung
menggelayut di wajah Baginda Raja Brawijaya V, Bhre Kertabhumi sang penguasa
bumi Majapahit. Dirinya sedang dilanda kegalauan yang amat sangat. Permaisuri
tercintanya, Ratu
Dwarawati, mengajukan permintaan yang terasa sulit untuk dia luluskan. Bagaimana
tidak, sang ratu Majapahit memohon kepadanya untuk mengirim selirnya, Putri Siu Ban Ci, yang tengah
mengandung jabang bayinya kembali ke tanah kelahirannya, negeri Campa.
Raja
Majapahait menatap penuh cinta kepada sang selir yang sedang tertidur pulas di
sampingnya malam itu. Pikirannya melalanglang buana entah kemana. Di satu sisi
dia sangat mencintai Putri Siu
Ban Ci, namun di sisi lain dia juga sangat menyayangi permaisuri yang telah
setia mendampingi hidupnya, meskipun tanpa kehadiran seorang anak dari rahimnya.
Dan kini kehadiran buah hati diidam-idamkan sang raja akan terlahir ke dunia,
tetapi kehadirannya malah memunculkan kecemburuan sang ratu.
“Yang
Mulia Baginda Raja, maafkan kalancangan hamba jika harus membuat Baginda
memilih,” kata sang Ratu Majapahit
kala itu di hadapan Bhre Kertabhumi yang sedang berada di singgasananya.
“Apakah
tidak ada pilihan lainnya Adindaku tercinta? Permintaan itu terlalu sulit untuk
kuiyakan. Usia kandungan Putri Siu Ban Ci telah memasuki usia 6 bulan. Alangkah
baiknya jika sang putri melahirkan putranya terlebih dahulu, bukankah demikian
Adinda?” jawab
sang raja mencoba menawar keinginan sang ratu.
Namun
keinginan ratu telah bulat, tanpa tedeng aling-aling dia ingin si selir itu
pergi dari tanah Majapahit. Rasa cemburunya terlalu besar untuk dibendung. Dia
bahkan tak memedulikan nasib sang jabang bayi di kandungan ibunya.
“Maaf, Baginda Raja hanya memiliki dua pilihan saja. Memilih
hamba yang kembali ke rumah orang tua hamba atau Baginda Raja mengembalikan
Putri Siu Ban Ci ke negeri Campa,”
jawab Ratu Dwarawati lembut namun penuh ketegasan.
Berhari-hari,
di atas singgasananya sang raja berpikir keras. Pun hingga malam ini. Meskipun sang raja telah membuat
keputusan, tetapi hatinya tak tega untuk mengutarakan niatnya kepada putri cantik
jelita itu. Sambil menghela napas berat, dia elus rambut hitam legam sang putri
kerajaan Campa itu, mungkin untuk terakhir kalinya.
Keputusan
sang Raja sudah bulat, sebesar apapun rasa cintanya kepada Siu Ban Ci, dia
harus rela melepaskannya, dan memilih Ratu Dwarawati. Tanpa sepengetahuan sang selir,
Raja Brawijaya V telah memanggil Arya Damar, putranya yang berada di negeri
Palembang, untuk datang ke
Majapahit dan menitipkan putri kerajaan Campa itu
kepadanya.
“Semoga Tuhan Yang Maha
Agung melindungimu dan anak kita, kekasih
hatiku,” bisiknya kepada sang selir.
“Semoga kelak kemudian hari, semesta berbaik hati mau mempertemukanku
dengan anak kita. Entah dalam kondisi seperti apa. Dan semoga Tuhan Maha Pengampun
mau memaafkan keputusanku ini,” lanjutnya sembari tetap berbisik. Kali ini dibarengi
dengan kecupan hangat yang mendarat manis
di pipi putih bersih Putri Siu Ban Ci.
Sang putri masih terlelap dalam tidurnya yang sedang
bermimpi indah tentang raja yang
bersenda gurau bersama si bayi dalam gendongannya, tanpa mengetahui bahwa
keberadaannya di tanah Majapahit akan segera berakhir dalam beberapa hari
kedepan.
#RCO_level4
#odop_batch7
#OneDayOnePost