RCO
level 3 telah memasuki tahap akhir. Dan tugas tantangan di level 3 ini adalah
membuat tulisan yang berisi perbedaan dan persamaan tradisi/kebiasaan
antara Indonesia dengan negara asal buku tersebut.
Buku
‘The Girl Who Saved The King Of Sweden’
karya Jonas Jonasson ini cukup menarik ceritanya. Buku fiksi setebal 560
halaman berkisah tentang petualangan dan perjalanan hidup seorang wanita
bernama Nombeko Mayeki, gadis yang berasal dari Soweto, Afrika Selatan. Nombeko
lahir di wilayah dari negara Afrika Selatan yang hidup di bawah garis
kemiskinan, dan sebagian besar penduduknya buta huruf. Di usia lima tahun yang
normalnya adalah masa-masa bahagia bagi anak-anak kecil untuk bermain, Nombeko
habiskan untuk bekerja sebagai pemikul tong tinja di perusahaan pengurasan
jamban.
Dia
tidak ingin mengikuti arus lingkungannya yang selain sebagai penguras jamban, orang-orang
di sekitarnya juga menghabiskan waktu mereka
untuk mabuk tiner, menonsumsi obat-obat terlarang, menenggak alkohol,
hal-hal yang tidak berguna pada intinya. Tak terkecuali ibunya juga. Sungguh
menyedihkan memang. Di saat Nombeko seharusnya menghabiskan waktunya untuk
bermain, bergembira, dan bersekolah, ternyata dia harus bekerja keras untuk
kelangsungan hidupnya, dan ibunya.
Namun
Nombeko bukan gadis Soweto pada umumnya, dia termasuk anak yang gigih, pekerja
keras, dan mau belajar. Karena tak ingin mati muda seperti para tetangganya,
maka Nombeko ingin pindah dari Soweto. Dengan barang yang berhasil dia ambil
dari jasad Thabo, tetangganya yang mengajari dia membaca, Nombeko pergi
meninggalkan Soweto. Tujuannya adalah Perpustakaan Nasional di Pretoria.
Namun
nasib kurang beruntung menimpanya. Dan karena kesialannya dia harus berurusan
dengan seorang insinyur gadungan pemabuk yang hidupnya beruntung bernama
Engelbrecht van der Westhuizen. Alih-alih membaca buku di perpustakaan nasional
di pretoria, Nombeko harus menjadi seorang pekerja di sebuah laboratorium
senjata nuklir di Pelindaba. Dan dari sinilah petualangan hidup NOmbeko
dimulai.
Pada
dasarnya Nombeko adalah orang dengan rasa keingintahuan tinggi, dia menghabiskan
waktunya di laboratorium asuhan insinyur Westhuisen sebagai petugas kebersihan
dan membaca buku-buku yang terdapat di perpustakaan Pelindaba. Nombeko anak
yang cerdas, dia dapat berhitung secara cepat dengan caranya yang unik dan
cepat menguasai bahasa asing, yaitu bahasa Cina dialek Wu.
Kehidupan
Nombeko semakin penuh dengan kejutan tatkala dia harus bertanggung jawab atas
bom nuklir berkekuatan 3 megaton yang tidak seharusnya dia bawa ke Swedia.
Nombeko yang seharusnya dapat hidup tenang atas kebebasannya, malah dibuat
pusing dengan keberadaan bom nuklir.
Kehidupan
para tokoh di novel ini sepertinya kurang sesuai dengan adat ketimuran yang
dijunjung oleh negeri kita. Si insinyur yang pemabuk bahkan di jam kerja,
tetangga Nombeko yang hidup dengan drugs. Dan juga kehidupan Nombeko bersama
kekasihnya yang masih menganut konsep kebebasan khas bangsa barat yang masih tabu untuk dilakukan di bangsa kita ini (meskipun sekarang banyak yang melakukannya sih).
Namun
pada akhirnya novel ini cukup menarik
dengan guyonan-guyonan satirenya. Meskipun agak membosankan bagiku. Entah mungkin
karena ekspektasiku yang mengharapkan ini adalah sebuah novel penuh aksi. Hihihi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar