Jakarta |
Akhirnya aku bisa kembali untuk menuturkan kisah perjalanan keluargaku ke pernikahan saudara kami di Jakarta. Aku kira tidak akan bisa menuliskan pengalaman
Baik, kembali ke cerita family road
trip keluargaku ke Jakarta. Sesampainya di rumah kakak di daerah Bekasi, kami
langsung terlelap dan melepas segala lelah yang hinggap di tubuh kami. Syukurlah
anak-anak tertidur dengan nyenyak tanpa ada adegan drama terjaga dan menangis
di pagi buta, karena badan emak rasanya tak kuat jika harus menghadapinya, Nak,
wakwakwak.
Kami terbangun dengan badan yang jauh
lebih mendingan. Kami menghabiskan waktu
di rumah kakak saja seharian itu, karena agenda untuk berjumpa dengan kelarga
Om yang akan melaksanakan hajatan pernikahan masih esok hari. Anak-anak
menghabiskan waktu dengan bermain dan bersenda gurau dengan dua sepupu jauhnya
ini. Mereka tampak sangat akrab, meskipun intensitas perjumpaan mereka bisa
dihitung jari.
Keesokan harinya tepatnya hari Jumat,
berdua, aku dan suami telah bersiap menuju ke rumah Om yang berada di kawasan
Cinere, Depok. Kami hanya berbekal smart phone, google maps, dan rasa PD
tingkat nasional (wakwakwak). Ini adalah kali pertama kami menuju rumah Om dan
kami buta arah. Kami benar-benar bergantung pada Allah dan google maps.
Apakah perjalanan kami mengalami
kendala? Tentu saja, kami kesasar dong. Padahal kami sudah menempuh jalan tol
untuk menuju ke sana, namun masih saja kesasar. Hanya karena salah membelok,
kacaulah perjalanan kami. Hufftt.
Hahaha.
Kami kemudian memutuskan untuk keluar
tol dan menempuh jalur non-tol, agar lebih mudah untuk bertanya ketika kami
tersesat. Perjalanan kami terjeda sejenak, karena suami harus melaksanakan
ibadah shalat jumat. Setelahnya, perjalanan kami lanjutkan. Setelah cukup lama
berjibaku di jalan raya, kamipun menemukan titik terang untuk menuju tempat
bersua. Waktu sudah menunjukkan pukul 14.00 ketika kami akhirnya bisa berjumpa.
Hal pertama yang dilakukan adalah
saling bertukar kabar kami masing-masing, karena memang sudah cukup lama kami
tidak berjumpa dengan keluarga besar om. Kebetulan kami bertemu di sebuah resto di
dekat rumah Om. Makanan sudah tersedia di meja makan ketika aku dan suami
datang. Acara makan siang bersama kamipun diselingi dengan canda tawa dan
obrolan ringan seputar kehidupan
kami.
Esok paginya, kami sudah berada di
jalanan ibukota kembali. Kali ini dengan tingkat kepedean yang lebih tinggi, karena
sedikit banyak kami mulai hafal dengan trayek menuju rumah om.
Acara sudah akan dimulai ketika kami
datang. Halaman rumah om rupanya sudah disulap menjadi bernuansa Jawa. Ada dekorasi
janur di gerbang pintu masuk ke rumah om yang siap menyambut para tamu. Di halaman
rumahnya, juga terlihat gubukan mungil
yang telah dihiasi bunga-bubga cantik di atasnya, lengkap dengan gentong berisi
air dari tujuh mata air yang nantinya akan diguyurkan kepada si calon manten.
Pukul 09.00 tepat acarapun dimulai.
Rangkaian prosesi siraman adat Jawa diawali dengan pemasangan bleketepe oleh om
di antara hiasan janur yang diletakkan di gerbang rumah tadi. Dilanjutkan dengan
acara sungkeman, dimana sepupuku, si calon manten, meminta maaf dan memohon doa
kepada seluruh anggota keluarga agar diberikan kelancaran hingga hari pernikahan
tiba.
Pemasangan bleketepe oleh ayah calon manten |
Acara sungkeman yang dilakukan oleh calon manten kepada ayahanda tercinta |
Suasana mengharu biru sangat terasa
sekali, di saat sepupuku mengucapkan beberapa patah kata sebagai ucapan rasa
syukur dan terimakasih kepada sang ayah dan kakak-kakaknya, karena dia akan
melanjutkan jenjang kehidupan yang baru bersama calon suaminya kelak. Aku ikut
terharu, hiks.
Selanjutnya adalah acara puncaknya, dimana
si calon manten yang terlihat ayu sekali, menuju gubukan mungil untuk melakukan
prosesi siraman. Seluruh anggota keluarga satu persatu mengguyurkan air ke calon
manten, dimulai dari sang ayah dan dilanjutkan oleh kakak-kakaknya, dan
keluarga yang lain.
Siap untuk melakukan prosesi siraman |
Setelah prosesi siraman selesai, acara berikutnya adalah prosesi jualan dawet yang dilakukan oleh sang ayah. Para tamu diberi kepingan sebagai pengganti uang yang terbuat dari tanah liat yang kemudian ditukarkan untuk mendapatkan segelas dawet. Makna dibalik prosesi ini adalah sang ayah mendoakan agar kelak sang anak dan suaminya selalu diberi kelancaran rezeki oleh Sang Maha Pemberi Karunia. (kalau tidak salah sih ya). Dan selesai sudah serangkaian acara prosesi siraman hari itu.
Hari yang dinantipun tiba, yaitu acara
resepsi pernikahan. Hari yang paling berbahagia bagi pasangan pengantin baru. Resepsi
acara dilaksanakan di salah satu gedung di kawasan HR Rasuna Said. Meskipun ada
sedikit drama kesasar, tapi hal itu tidak menyurutkan langkah kami menuju
tempat resepsi.
Pasangan pengantin terlihat sumringah
dengan senyum yang selalu terkembang di bibir keduanya. Kami turut melangitkan
doa yang terbaik untuk kebahagiaan dan kelanggengan pernikahan mereka. Semoga sakinah,
mawaddah, dan rahmah dari Sang Maha Pengasih dan Penyayang selalu melimpahi
pasangan baru ini. Amin.
Alhamdulillah, kami diberi kemudahan
untuk mengikuti seluruh acara pernikahan saudaraku. Tibalah kami untuk mengepak
barang-barang kami dan mengucapkan selamat tinggal kepada ibu kota Jakarta. Waktunya
kami kembali lagi ke kehidupan normal kami di Mojokerto. Eits, tapi tunggu
dulu, karena kami akan berbelok sejenak di kota yang istimewa, yaitu
Jogjakarta. Apakah seseru perjalanan kami sebelumnya. Nantikan ceritanya ya.
Udah kayak nonton di yucub yucub traveling.wkwkwk cepetan mana yg Jogja? Aku menantikan kisah persinggahanmu di kota sejuta kenangan. Eaa
BalasHapusSyabar dong kakak, apa aq beralih saja sebagai yucuber? Dah cucok kan?
HapusWekekeke. Menarik juga ulasannya. Manstap.
BalasHapushihihi..makasih kakak..
HapusKeren ceritanya..berasa ikut ^^
BalasHapusHihihi..ikutan capek ya mba
Hapuswaaah seru yaah memang kalo jalan-jalan sama keluarga :)
BalasHapusRibet2 seru gitu mba Atiqoh hahaha
Hapus