Jumat, 20 September 2019

GARA-GARA KIPAS ANGIN



Di siang hari yang cerah beberapa pekan yang lalu, ibuku pergi ke toko elektronik di kotaku untuk membeli kipas angin. Ibuku berangkat dengan kereta api pagi dari Jombang, agar sampai di Mojokerto tidak terlalu siang. Dan langsung menuju toko yang dimaksud dengan jasa ojek online.

Sehari sebelum berangkat, ibu mengingatkanku melalui aplikasi chat untuk menjemputnya di toko elektronik saja, karena ibu tidak mau merepotkanku yang juga sedang bekerja.  Sudah menjadi kebiasaan beliau untuk mengingatkan anak-anaknya, karena beliau tau anak-anaknya ini pelupa.

Pukul 10.00 wib beliau mengabari via telepon kalau sudah berada di toko elektronik yang jadi tujuannya. Dan kembali ibu mengingatkanku untuk menjemput di toko tersebut pukul 12.00 siang, karena setelah membeli kipas angin, beliau masih ingin berjalan-jalan di seputar pertokoan untuk mencari beberapa barang kebutuhan lainnya.

Entah mengapa hatiku tidak enak sedari ibu menelepon untuk mengabari bahwa beliau sudah sampai di toko elektronik. Namun perasaan itu aku tepis, karena masih ada pekerjaan kantor yang harus aku selesaikan sebelum menjemput ibu. Naluriku berkata lain, sekitar pukul 11.30 aku sudah bergegas keluar kantor untuk menjemput ibuku.

Tak ayal, sesampai aku di depan toko elekronik, ada keributan yang terjadi antara dua orang. Ternyata salah satu orang tersebut adalah ibuku. Sambil tergopoh aku mendekati keributan itu, setelah memarkir dengan asal motorku.

“Mboten wonten bu, jenengan pun ngeyel to.” Aku mendengar pramuniaga yang seorang wanita muda berkata dengan nada setengah putus asa kepada ibuku
(Tidak ada bu, ibu jangan ngotot)

“Ibu, wonten napa kok rame-rame ngeten?” tanyaku.
(Ibu, ada apa kok rame-rame begini?)

“Iki loh nduk, mba e tak takoni, endi kipas angin sing tak tuku terus tak titipno ndek kene mau, jarene aku iki ora tau nitip opo-opo ndek kene.” Jelas ibuku.
(Ini loh nduk, mbanya ibu tanyai, mana kipas angin yang ibu beli lalu ibu titipkan di sini tadi, katanya ibu tidak menitipkan apa-apa di sini)

“Lah ancene ora nitip napa-napa mba ibu sampean iki.” Jawab pramuniaga tersebut dengan muka serius
(Lah memang tidak menitipkan apa-apa ibu mba ini)

“Aku mau kan mrene mba, tuku kipas angin ndek kene. Trus aku ngomong sampean nitip diluk, aku tak muter-muter disek timbangane aku oyong-oyong kipas angine.” Jelas ibuku tak mau kalah dengan mba pramuniaga.
(Ibu tadi kan ke sini mba, beli kipas angin di sini. Lalu aku bilang ke mbanya titip sebentar, aku mau keliling-keliling dulu daripada aku membawa-bawa kipas anginnya)

“Ibu salah menawi?” Tanyaku pada ibuku.
(Ibu mungkin salah?)

“Ora, nduk.” Jawab ibuku tak mau kalah
(Tidak, nduk)

“Coba tanglet bos kulo mawon lek jenengan mboten percados, bu.” Ajak pramuniaga itu. Dia merasa sudah putus asa menjelaskan ke ibuku.
(Coba tanya bos saya saja kalau ibu tidak percaya, bu)

“Nggih pun mba. Ayo bu, tanglet tacik e ae.” Ajakku sambil menenangkan ibuku.
(Iya sudah mba. Ayo bu, tanya pada tantenya saja)

“Ya wes, ayo.” Ibuku mengiyakan
(Iya sudah. Ayo)

Sesampai di dalam toko, ibuku menjelaskan sekali lagi kepada tante pemilik toko bahwa beliau tadi membeli kipas angin merk A di sini. Namun kenapa sesampai di toko ini setelah ibu berkeliling, barang yang dimaksud ibu tidak ada.

“Lah memang ibunya ga pernah nitip apa-apa di sini cik.” Jawab mba tersebut sesaat setelah ibu menjelaskan.

“Ibu beneran beli di sini? Ga beli di toko sebelah?” Tanyaku menyelidik sekali lagi.

“...” Ibu terdiam, bingung.

“Coba bu, bisa lihat nota pembeliannya?” Tanya tante pemilik toko.

Oh iya, kenapa tidak sedari tadi terpikirkan olehku. Udara yang panas ikut memanaskan otakku rupanya.

“Mana notanya bu?” Tanyaku. Tak berapa lama ibu mengeluarkan nota pembelian dari dalam tas.

“Ini cik.” Kata ibu sambil menyerahkan nota tersebut ke tante pemilik toko.

Sambil tersenyum si tante berkata “Nah, benar kan ibu salah. Ini itu toko sebelah, ibu.”

“Hah?” Tanya ibu antara kaget dan tidak percaya.

“Coba ibu ke toko sebelah, pasti di sana ada kipas angin ibu.” Jawab tante pemilik toko.

Seketika ibu berjalan cepat keluar toko, dan beristighfar “Astaghfirullah. Iyo e.”

Dan aku, hanya bisa menepuk jidat. Malu, karena ibu sudah menuduh mba pramuniaga. Namun juga bersyukur, bersyukur karena akhirnya keributan ini berakhir dan kipas anginnya tidak jadi hilang.

Ibu kembali lagi ke dalam toko, meminta maaf kepada tante pemilik toko dan terutama kepada mba pramuniaga yang sedari awal tidak ibu percaya penjelasannya.

Lalu kamipun bergegas ke toko sebelah. Dan benarlah, kerdus berisi kipas angin yang sudah ibu beli tadi duduk manis di atas meja etalase toko. Tanpa babibu, aku mengambil kerdus yang sudah menjadi bahan kekacauan  siang ini.

“Mba, kipasnya aku ambil ya. Matur suwun.” Kataku kepada mba pramuniaga dari toko sebelah.
(Terimakasih)

“Iya mba. Sama-sama.” Jawabnya sambil tersenyum kepada kami.

“Owalah nduk, ibu sek nderedeg. Sek lemes sikilku nduk.” Kata ibuku sewaktu berada di atas boncenganku.
(Owalah nduk, ibu masi deg-degan. Lemas kaki ibu)

“Makanya toh bu, kalau mau apa-apa dicek dulu. Jangan asal tuduh kayak tadi. Kan malu jadinya bu.” Jelasku kepada ibuku.

“Untung mbanya ga sampai marah besar. Kalau sampai marah banget, ya repot kan bu.” Kataku melanjutkan.

“Iyo, iyo, ibu sing salah.” Jawab ibu
(Iya, iya, ibu yang salah)

“Inggih. Lain kali diingat-ingat bu. Kalau pas ibu sendirian, jangan bikin geger kayak tadi lagi. Bisa jadi masalah bu.” Terangku kepada ibu sekali lagi.

“Ya sudah, aku antar ibu ke stasiun saja sekarang. Biar tidak ketinggalan kereta.” Ajakku kemudian.

“Iyo nduk. Sek nduk, ibu durung numbasno anakmu dulinan, menggok toko dulinan sek ya. Wes ora usah mbantah.” Ajak ibuku yang lebih seperti perintah.
(Iya nduk. Sebentar, ibu belum beli mainan untuk anakmu, belok ke toko mainan dulu ya. Sudah jangan  membantah)

“Inggih bu.” Jawabku sambil tersenyum.
(Iya ibu)

Begitulah ibuku. Orang yang mudah sekali panik dan terkadang tidak berpikir panjang. Namun dibalik semua kekurangannya, beliau adalah orang yang kuat dan mandiri. Bagi ibu, keluarga adalah yang utama. Ibu, aku menyayangimu. 

18 komentar:

  1. Ibu😍 Apapun keadaanmu, aku tetap love, Bu😘

    BalasHapus
  2. Jadi keingat ibu ku yang sudah tidak ada di dunia ini... 😭😭 "ibuk.. " ❤

    BalasHapus
    Balasan
    1. Allahummaghfirlahu warhamhu wa'fuanhu...Al fatihah bwt ibu mba Fitri

      Hapus
  3. Ah ibu itu adalah wanita luar biasa...
    Pahlawan pertama dalam hidup

    BalasHapus
  4. ga kebayang kalo kakak ga jadi ke toko, qadarullah sudah dimantapkan hatinya menyusul ke toko hehehe semangat kak untuk karya berikutnya :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hihihi...iya, ttap semangat juga yaaa 🌹🌹

      Hapus
  5. Kalau berbicara tentang ibu. Hampir semua akan berkata,"sosok ibu adalah sosok yang luar biasa".

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, betul, semoga kita bisa menjadi ibu yg luar biasa juga untuk anak anak kita

      Hapus
  6. ya allah.. Ibu, syukurlah tak terjadi hal2 yang tak diingnkan..
    semangat kakak

    BalasHapus
  7. bu ditulis Bu karna sdg dlm prcakapan.

    Smngat ya btw

    BalasHapus
    Balasan
    1. Oooohhh, yayyaa, siaaappp
      Terimakasih koreksinya 😘

      Hapus