Di siang hari yang cerah beberapa pekan yang lalu, ibuku pergi ke toko elektronik di kotaku untuk membeli kipas angin. Ibuku berangkat dengan kereta api pagi dari Jombang, agar sampai di Mojokerto tidak terlalu siang. Dan langsung menuju toko yang dimaksud dengan jasa ojek online.
Sehari sebelum berangkat, ibu
mengingatkanku melalui aplikasi chat
untuk menjemputnya di toko elektronik saja, karena ibu tidak mau merepotkanku
yang juga sedang bekerja. Sudah menjadi
kebiasaan beliau untuk mengingatkan anak-anaknya, karena beliau tau
anak-anaknya ini pelupa.
Pukul 10.00 wib beliau mengabari
via telepon kalau sudah berada di toko elektronik yang jadi tujuannya. Dan kembali
ibu mengingatkanku untuk menjemput di toko tersebut pukul 12.00 siang, karena
setelah membeli kipas angin, beliau masih ingin berjalan-jalan di seputar pertokoan
untuk mencari beberapa barang kebutuhan lainnya.
Entah mengapa hatiku tidak enak sedari
ibu menelepon untuk mengabari bahwa beliau sudah sampai di toko elektronik. Namun
perasaan itu aku tepis, karena masih ada pekerjaan kantor yang harus aku
selesaikan sebelum menjemput ibu. Naluriku berkata lain, sekitar pukul 11.30 aku
sudah bergegas keluar kantor untuk menjemput ibuku.
Tak ayal, sesampai aku di depan
toko elekronik, ada keributan yang terjadi antara dua orang. Ternyata salah satu
orang tersebut adalah ibuku. Sambil tergopoh aku mendekati keributan itu,
setelah memarkir dengan asal motorku.
“Mboten wonten bu, jenengan pun ngeyel to.” Aku mendengar pramuniaga
yang seorang wanita muda berkata dengan nada setengah putus asa kepada ibuku
(Tidak ada bu, ibu jangan ngotot)
“Ibu, wonten napa kok rame-rame ngeten?” tanyaku.
(Ibu, ada apa kok rame-rame
begini?)
“Iki loh nduk, mba e tak takoni, endi kipas angin sing tak tuku terus
tak titipno ndek kene mau, jarene aku iki ora tau nitip opo-opo ndek kene.”
Jelas ibuku.
(Ini loh nduk, mbanya ibu tanyai,
mana kipas angin yang ibu beli lalu ibu titipkan di sini tadi, katanya ibu
tidak menitipkan apa-apa di sini)
“Lah ancene ora nitip napa-napa mba ibu sampean iki.” Jawab pramuniaga
tersebut dengan muka serius
(Lah memang tidak menitipkan
apa-apa ibu mba ini)
“Aku mau kan mrene mba, tuku kipas angin ndek kene. Trus aku ngomong
sampean nitip diluk, aku tak muter-muter disek timbangane aku oyong-oyong kipas
angine.” Jelas ibuku tak mau kalah dengan mba pramuniaga.
(Ibu tadi kan ke sini mba, beli
kipas angin di sini. Lalu aku bilang ke mbanya titip sebentar, aku mau
keliling-keliling dulu daripada aku membawa-bawa kipas anginnya)
“Ibu salah menawi?” Tanyaku pada ibuku.
(Ibu mungkin salah?)
“Ora, nduk.” Jawab ibuku tak mau kalah
(Tidak, nduk)
“Coba tanglet bos kulo mawon lek jenengan mboten percados, bu.” Ajak
pramuniaga itu. Dia merasa sudah putus asa menjelaskan ke ibuku.
(Coba tanya bos saya saja kalau
ibu tidak percaya, bu)
“Nggih pun mba. Ayo bu, tanglet tacik e ae.” Ajakku sambil
menenangkan ibuku.
(Iya sudah mba. Ayo bu, tanya
pada tantenya saja)
“Ya wes, ayo.” Ibuku mengiyakan
(Iya sudah. Ayo)
Sesampai di dalam toko, ibuku
menjelaskan sekali lagi kepada tante pemilik toko bahwa beliau tadi membeli
kipas angin merk A di sini. Namun kenapa sesampai di toko ini setelah ibu berkeliling,
barang yang dimaksud ibu tidak ada.
“Lah memang ibunya ga pernah
nitip apa-apa di sini cik.” Jawab mba tersebut sesaat setelah ibu menjelaskan.
“Ibu beneran beli di sini? Ga beli
di toko sebelah?” Tanyaku menyelidik sekali lagi.
“...” Ibu terdiam, bingung.
“Coba bu, bisa lihat nota
pembeliannya?” Tanya tante pemilik toko.
Oh iya, kenapa tidak sedari tadi
terpikirkan olehku. Udara yang panas ikut memanaskan otakku rupanya.
“Mana notanya bu?” Tanyaku. Tak berapa
lama ibu mengeluarkan nota pembelian dari dalam tas.
“Ini cik.” Kata ibu sambil
menyerahkan nota tersebut ke tante pemilik toko.
Sambil tersenyum si tante berkata
“Nah, benar kan ibu salah. Ini itu toko sebelah, ibu.”
“Hah?” Tanya ibu antara kaget dan
tidak percaya.
“Coba ibu ke toko sebelah, pasti
di sana ada kipas angin ibu.” Jawab tante pemilik toko.
Seketika ibu berjalan cepat
keluar toko, dan beristighfar “Astaghfirullah. Iyo e.”
Dan aku, hanya bisa menepuk
jidat. Malu, karena ibu sudah menuduh mba pramuniaga. Namun juga bersyukur, bersyukur
karena akhirnya keributan ini berakhir dan kipas anginnya tidak jadi hilang.
Ibu kembali lagi ke dalam toko,
meminta maaf kepada tante pemilik toko dan terutama kepada mba pramuniaga yang
sedari awal tidak ibu percaya penjelasannya.
Lalu kamipun bergegas ke toko
sebelah. Dan benarlah, kerdus berisi kipas angin yang sudah ibu beli tadi duduk
manis di atas meja etalase toko. Tanpa babibu, aku mengambil kerdus yang sudah menjadi
bahan kekacauan siang ini.
“Mba, kipasnya aku ambil ya. Matur suwun.” Kataku kepada mba
pramuniaga dari toko sebelah.
(Terimakasih)
“Iya mba. Sama-sama.” Jawabnya sambil
tersenyum kepada kami.
“Owalah nduk, ibu sek nderedeg. Sek lemes sikilku nduk.” Kata ibuku
sewaktu berada di atas boncenganku.
(Owalah nduk, ibu masi deg-degan.
Lemas kaki ibu)
“Makanya toh bu, kalau mau
apa-apa dicek dulu. Jangan asal tuduh kayak tadi. Kan malu jadinya bu.” Jelasku
kepada ibuku.
“Untung mbanya ga sampai marah
besar. Kalau sampai marah banget, ya repot kan bu.” Kataku melanjutkan.
“Iyo, iyo, ibu sing salah.” Jawab ibu
(Iya, iya, ibu yang salah)
“Inggih. Lain kali diingat-ingat
bu. Kalau pas ibu sendirian, jangan bikin geger kayak tadi lagi. Bisa jadi masalah bu.” Terangku
kepada ibu sekali lagi.
“Ya sudah, aku antar ibu ke
stasiun saja sekarang. Biar tidak ketinggalan kereta.” Ajakku kemudian.
“Iyo nduk. Sek nduk, ibu durung numbasno anakmu dulinan, menggok toko dulinan sek
ya. Wes ora usah mbantah.” Ajak ibuku yang lebih seperti perintah.
(Iya nduk. Sebentar, ibu belum beli mainan
untuk anakmu, belok ke toko mainan dulu ya. Sudah jangan membantah)
“Inggih bu.” Jawabku sambil tersenyum.
(Iya ibu)
Begitulah ibuku. Orang yang
mudah sekali panik dan terkadang tidak berpikir panjang. Namun dibalik semua kekurangannya,
beliau adalah orang yang kuat dan mandiri. Bagi ibu, keluarga adalah yang utama. Ibu, aku menyayangimu.
Ibu😍 Apapun keadaanmu, aku tetap love, Bu😘
BalasHapusHiks...cepet balik mak
HapusJadi keingat ibu ku yang sudah tidak ada di dunia ini... 😭😭 "ibuk.. " ❤
BalasHapusAllahummaghfirlahu warhamhu wa'fuanhu...Al fatihah bwt ibu mba Fitri
HapusAh ibu itu adalah wanita luar biasa...
BalasHapusPahlawan pertama dalam hidup
Ibu..saranghae
Hapusga kebayang kalo kakak ga jadi ke toko, qadarullah sudah dimantapkan hatinya menyusul ke toko hehehe semangat kak untuk karya berikutnya :)
BalasHapusHihihi...iya, ttap semangat juga yaaa 🌹🌹
HapusKalau berbicara tentang ibu. Hampir semua akan berkata,"sosok ibu adalah sosok yang luar biasa".
BalasHapusIya, betul, semoga kita bisa menjadi ibu yg luar biasa juga untuk anak anak kita
HapusMantap kak #semangat
BalasHapusSemangat juga 😊
Hapusya allah.. Ibu, syukurlah tak terjadi hal2 yang tak diingnkan..
BalasHapussemangat kakak
Semangat juga 🌹🌹
HapusBagus tulisannya
BalasHapusTerimakasih 🌹🌹
Hapusbu ditulis Bu karna sdg dlm prcakapan.
BalasHapusSmngat ya btw
Oooohhh, yayyaa, siaaappp
HapusTerimakasih koreksinya 😘