Sabtu, 21 September 2019

MENYAMBUT SENYUM MENTARI DI PENANJAKAN

Menyambut senyum mentari di bukit Penanjakan

Siapa yang takkan tergoda oleh pesona keelokan Gunung Bromo. Sembilan tahun silam, aku dan enam temanku berkesempatan mengunjungi gunung berapi yang masih aktif ini. Kami penasaran untuk menikmati salah satu Mahakarya Tuhan secara langsung.

Gunung Bromo berada di empat wilayah kabupaten sekaligus yaitu Pasuruan, Probolinggo, Lumajang, dan Malang, jadi tidak akan kesulitan bagi mereka yang ingin menjangkaunya. Kami mengambil jalur dari arah kabupaten Pasuruan, karena posisi kami dari Surabaya. Alat transportasi untuk menuju ke Bromo tidaklah terlalu sulit, kita hanya perlu naik bus dari Surabaya ke Pasuruan, dilanjutkan dengan mobil angkutan umum untuk naik menuju desa persinggahan di sekitar Gunung Bromo.

Hawa dingin yang menusuk tulang menyambut kedatangan kami di kala hari menjelang petang. Tak berapa lama kami mencari penginapan di rumah warga yang bisa disewa walau hanya untuk satu malam. Ya, kami sengaja ke sana ala backpacker, ala bonek lebih tepatnya, jadi urusan akomodasi, konsumsi, dan transportasi kita pikirkan secara spontan (uhuy) juga. Untungnya kita diberi kemudahan untuk mendapatkannya.

Tujuan kami selain naik ke puncak Bromo apalagi jika bukan untuk melihat keindahan mentari pagi yang menyeruak dari balik Bromo. Di bukit Penanjakan tujuan tersebut bisa kita wujudkan. Setelah aman dengan masalah penginapan, selanjutnya kita mencari persewaan mobil, Jeep, untuk ke Penanjakan. Tak butuh waktu lama juga, karena kebetulan ada orang yang menawarkan mobil Jeepnya. Kami menyewa dua mobil Jeep , karena satu mobil Jeep hanya untuk empat orang saja.

Semakin malam, udara dingin semakin menjadi rupanya. Kami istirahat sejenak untuk sekedar meluruskan punggung yang serasa bengkok karena perjalanan yang kami tempuh tadi. Istirahat yang benar-benar sejenak, karena pukul dua dini hari kami harus segera bergegas menuju bukit Penanjakan kalau tidak ingin berjibaku dengan orang-orang yang bertujuan melihat sunrise  juga di sana.

“Kesiangan dikit berangkatnya, bakal ga dapat tempat, mas mbanya, buat lihat sunrise loh.” Kata sopir Jeepnya menjelaskan.

“Jauh apa mas tempatnya dari sini?” Tanyaku penasaran.

“Ya ga juga mba, setengah jam kira-kira. Tapi bakal uyel-uyelan di sana mas, mba."

Oke, baik, kami manut. Karena kapan lagi bisa melihat momen sunrise di Penanjakan. Kondisi cuaca juga sedang bagus kala itu. Momen yang tepat. Jangan sampai terlewat.

Namun, karena kami yang terlewat capek hingga kebablasan tidur. Pukul 02.30 kami baru terbangun. Terima nasib, pukul 03.00 akhirnya kita bergegas menuju Penanjakan. Pukul 03.30 kita sampai di lokasi sebelum pintu masuk Penanjakan. Ternyata Jeep tidak bisa mendekati lokasi tangga pintu masuk. Untuk ke sana hanya bisa dijangkau dengan berjalan kaki atau ojek biasa, bukan ojek online ya.

Dan di sini ada sedikit keanehan terjadi padaku dan temanku. Sebuah misteri yang belum terpecahkan hingga detik ini, tapi bukan kisah misteri seperti yang sedang viral saat ini. Kebetulan salah satu temanku, sebut saja Prita, agak tidak enak badan. Maka dari itu dia memutuskan untuk naik ojek saja, daripada kelelahan berjalan kaki. Aku dengan senang hati menerima ajakannya untuk menemani naik ojek. Kebetulan  mataku juga rasanya masih lengket. Teman-temanku yang lainnya berjalan kaki, biar sehat katanya.

Ketika naik ojek itu, sesekali kupejamkan mataku, sesekali juga kubuka mataku. “Ternyata lama juga untuk menuju pintu masuk Penanjakan.” Pikirku.

Kurang lebih sepuluh menit aku dan Prita berada di atas motor mas ojek. Setelah mengucapkan terimakasih, kamipun turun dan bergegas menaiki tangga masuk ke bukit  Penanjakan. Tangganya lumayan banyak, cukup untuk membakar lemak tubuh di tengah-tengah udara dingin yang ekstrem.

Sejenak aku dan temanku membeli secangkir teh di kios sepanjang tangga masuk, untuk menghangatkan tubuh sambil menunggu teman-teman lainnya yang berada di belakang kita (secara logika). Seperempat jam berlalu, jam tanganku sudah menunjukkan pukul 04.00 tapi teman-temanku belum juga menampakkan diri. Aku berinisiatif untuk mencari mereka di tangga bawah, siapa tau nampak keberadaan mereka. Namun nihil, aku tak menemukan salah satu dari mereka.

Karena waktu yang semakin mepet kami memutuskan ke bukit Penanjakan terlebih dahulu. Dan betapa kagetnya kami ketika mengetahui teman-temanku yang berjalan kaki tadi sudah berada di atas.

”Nah loh. Bagaimana bisa mereka sampai duluan, kita kan naik motor.” Pikirku heran.

“Kemana aja kalian. Kita sudah nunggu dari tadi tau.” Sambut Diana, salah satu temanku, dengan wajah agak sewot.

“Lah kita mau nanya, kok kalian dah pada di sini aja. Kita lama nungguin kalian di bawah tau. Di kios teh tuh.” Jawab Prita bersungut-sungut manja.

“Lah memang deket, lima menit jalan kaki juga sampai kali.” Jawab Ratna, temanku yang lainnya.

“Bohong, ga mungkin lah. Kita aja naik motor sepuluh menit, jalan kaki ya lebih toh.” Debatku.

“Enggak Nit. Nanti pulangnya buktiin kalo ga percaya.” Tantang Ratna.

“Oke. We’ll see ya.” Jawabku ga mau kalah.

Daripada tenaga habis buat berdebat, kami pakai saja untuk melanjutkan perjalanan yang tinggal beberapa langkah menuju tempat melihat keindahan matahari terbit di ufuk Timur. Dan benarlah kata pak sopir Jeep. Sudah banyak manusia memadati bukit Penanjakan. 04.30. Mencari titik terbaik untuk melihat momen matahari terbit. 04.45. Mulai harap-harap cemas. Berbagai macam jenis kamera maupun telepon genggam siap di tangan masing-masing. Berharap dapat mengabadikan momen indah ini, sebagai bukti kebesaran Sang Penguasa Langit dan Bumi.

Pukul lima kurang, perlahan mentari pagi menyemburkan cahayanya di balik Gunung Bromo. Maa syaa Allah, Maha Besar Allah pencipta alam semesta. Pemandangan yang amat sangat mengagumkan. Indah, menenangkan, menghipnotis, seakan memberikan energi positif bagi siapa saja yang melihatnya. Buru-buru kami mengabadikan momen itu. Tak ada kata-kata selain kata-kata pujian bagi Sang Rahman Rahim.

Semua orang sibuk berfoto dengan background matahari terbit dan tentu saja wajah Gunung Bromo yang dapat kami lihat dari atas bukit ini. Setelah puas berfoto kamipun turun dari bukit Penanjakan. Baru kami sadari, ternyata kanan kiri kami adalah pohon cemara tinggi yang berdiri kokoh berdiri. Gelap malam menutupi pemandangan indah ini. Semerbak aroma buah cemara tercium di indra penciuman kami. Berbaur dengan udara pagi yang sejuk, rasanya enggan meninggalkan tempat ini. Terlalu indah untuk dijadikan memori, pikirku.

Dan saat pembuktian pun tiba. Kami berjalan kaki untuk menuju Jeep sewaan kami sebelum melanjutkan perjalanan menuju puncak Bromo. Lagi-lagi aku dan Prita tercengang, jarak antara pintu masuk tangga Penanjakan dan lokasi parkir Jeep sewaan tidak terlalu jauh.


Salah satu spot di tangga menuju bukit Penanjakan

Mata kami beradu pandang. Seakan pertanyaan kami sama, “Lalu kami tadi muter kemana saja?” Wallahualam. Pemandangan di sekitar kami terlalu indah untuk dilewatkan. Jadi biarkan saja kejadian itu tetap menjadi misteri. Aku hanya berpikir, untung kami masi diberi keselamatan.

Singkat cerita, kami menghabiskan sisa waktu mengagumi keindahan alam dengan menaiki tangga menuju puncak Gunung Bromo. Tak lupa sejenak kami mengunjungi wisata alam di sekitarnya. Sungguh Mahakarya yang tidak bisa dilukiskan dengan kata-kata. Andai kami punya waktu lebih lama, takkan kami tolak untuk menghabiskan malam di sana sekali lagi. Namun apa daya rutinitas pekerjaan esok hari sudah menunggu kami.


Berjalan kaki ratusan meter demi puncak kawah Bromo

Liburan singkat yang sangat berkesan. Meninggalkan memori indah di ingatanku untuk selalu menghargai dan mencintai alam. Terutama untuk selalu mengingat dan mencintai Sang Penciptanya.

Keindahan alam di desa persinggahan sekitar Gunung Bromo

Bukit Teletubbies

Gunung Bromo dengan segala daya pikatnya

Catatan kaki:
uyel-uyelan = berdesakan
manut = nurut, patuh
we'll see = kita lihat saja nanti
sunrise = matahari terbit

6 komentar:

  1. wih cerita serem nih bagus kalo viral kayak yang itu tuh

    BalasHapus
    Balasan
    1. Jyahahaha, ga seserem itu kok, mgkin kang ojeknya lg kesasar aja 😢

      Hapus
  2. Ada serem-seremnya haha

    Tapi satu keinginan akutu pengen ke bromo. Semoga Allah mengizinkannya aamiin

    BalasHapus
    Balasan
    1. Cuss mba,,maa syaa allah bagusnya, jgn lupa bawa jaket dobel yak

      Hapus
  3. Aku yang deket ini belum pernah sekali pun kesana mb huhu jadi envy

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hlohhh...ayo ndang diagendakan, sama keluarga pasti menyenangkan 😁

      Hapus