Mas Bojo : “Ternyata
si pemilik rumah minta tenggang waktu 6 bulan sebelum
keluar dari
rumahnya.”
Aku :
“Loh, kenapa minta waktu 6 bulan lagi?
Kan rumahnya sudah dibeli Pak A."
Harusnya ya ga lama-lama dong tenggang waktunya. Tapi
memang
sudah dibayar lunas kan rumahnya?”
Mas Bojo :
“Ya mana Abi tau. Kenapa Bunda kepo banget sih.”
(berkomentar dengan nada tidak enak)
Aku :
“Ya kan Bunda penasaran.”
Mas Bojo : “Lah kenapa penasaran, kan itu urusan
orang lai, ngapain kita ikut
mikirin!” (berkomentar
masih dengan nada tidak enak)
Aku :
“....”
(Diam, agak gondok, tapi sambil merenung, iya juga ya.
Kenapa aku jadi ikut mengurusi urusan orang
lain)
Itulah percakapanku
bersama suami di suatu sore yang cerah, yang diakhiri menjadi pertengkaran
kecil dikarenakan aku kepo dengan urusan orang lain. Namun, dari percakapan
singkat ini membuatku merenung. Benar juga, mengapa aku harus kepo? Mengapa aku
harus ikut sibuk memikirkan urusan orang lain?
Kepo, bahasa
kekinian untuk menggambarkan rasa keingintahuan yang tinggi terhadap suatu hal.
Di era sosial media yang semakin cepat dalam
mengirim suatu berita, membuat orang juga cepat menerima suatu berita. Hal ini
pula yang memicu orang menjadi ingin tahu lebih jauh tentang berita yang
diterimanya. Kalau kepo dengan sesuatu yang dirasa wajar-wajar saja, saya rasa
masih lumrah. Namun lain halnya jika kekepoan kita sudah berlebihan,
sampai-sampai tugas dan kewajiban kita jadi terlupakan bahkan terbengkalai. Waktu
kita jadi mubadzir, betapa meruginya diri kita.
Mungkin kadangkala
kita tidak menyadari, karena keasyikan ingin mengetahui urusan privasi orang
lain waktu shalat jadi terlewat, teman atau saudara menjadi bahan gunjingan
(berghibah), hati yang dipenuhi rasa iri , atau bahkan terlontar komentar-komentar nyinyir. Astaghfirullahal’adzim, sungguh kita menjadi orang yang merugi. Seharusnya dari
sini kita mulai berkaca, apakah mau jikalau urusan kita dicampuri oleh orang
lain? Jawabnya tentu tidak, bukan.
Maka dari itu, marilah
kita kepo dengan hal-hal yang mengingatkan kita dengan urusan akhirat kelak. Yaitu
dengan memperbanyak Istighfar, memperbanyak belajar melalui kajian-kajian sunnah,
memperbanyak mendengarkan dan membaca Al-Quran, memperbanyak dzikir kepada
Allah Azza wa Jalla, dan kegiatan lain yang mendatangkan manfaat serta
kebahagiaan bagi diri kita sendiri. Mari kita tinggalkan rasa kepo terhadap urusan
privasi orang lain mulai dari sekarang. So, mind your own business alias "Urusilah urusanmu sendiri!".
“Berhati-hatilah kalian dari tindakan
berprasangka buruk, karena prasangka buruk adalah sedusta-dusta ucapan.
Janganlah kalian saling mencari berita kejelekan orang lain, saling
memata-matai, saling mendengki, saling membelakangi, dan saling membenci. Jadilah
kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara” (HR.
Al Bukhari No. 6064, Muslim No. 2563)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar