Kamis, 12 September 2019

JANGAN KEPO


Mas Bojo      : “Ternyata si pemilik rumah minta tenggang waktu 6 bulan sebelum
                    keluar dari rumahnya.”
Aku             : “Loh, kenapa minta waktu 6 bulan lagi? 
                    Kan rumahnya sudah dibeli Pak A."
                    Harusnya ya ga lama-lama dong tenggang waktunya. Tapi memang   
                    sudah dibayar lunas kan rumahnya?”
Mas Bojo      : “Ya mana Abi tau. Kenapa Bunda kepo banget sih.”   
                     (berkomentar dengan nada tidak enak)   
Aku             : “Ya kan Bunda penasaran.”
Mas Bojo      : “Lah kenapa penasaran, kan itu urusan orang lai, ngapain kita ikut
                     mikirin!” (berkomentar masih dengan nada tidak enak)    
Aku             : “....” 
                    (Diam, agak gondok, tapi sambil merenung, iya juga ya.   
                    Kenapa aku jadi ikut mengurusi urusan orang lain) 
  

Itulah percakapanku bersama suami di suatu sore yang cerah, yang diakhiri menjadi pertengkaran kecil dikarenakan aku kepo dengan urusan orang lain. Namun, dari percakapan singkat ini membuatku merenung. Benar juga, mengapa aku harus kepo? Mengapa aku harus ikut sibuk memikirkan urusan orang lain?

Kepo, bahasa kekinian untuk menggambarkan rasa keingintahuan yang tinggi terhadap suatu hal.  Di era sosial media yang semakin cepat dalam mengirim suatu berita, membuat orang juga cepat menerima suatu berita. Hal ini pula yang memicu orang menjadi ingin tahu lebih jauh tentang berita yang diterimanya. Kalau kepo dengan sesuatu yang dirasa wajar-wajar saja, saya rasa masih lumrah. Namun lain halnya jika kekepoan kita sudah berlebihan, sampai-sampai tugas dan kewajiban kita jadi terlupakan bahkan terbengkalai. Waktu kita jadi mubadzir, betapa meruginya diri kita.

Mungkin kadangkala kita tidak menyadari, karena keasyikan ingin mengetahui urusan privasi orang lain waktu shalat jadi terlewat, teman atau saudara menjadi bahan gunjingan (berghibah), hati yang dipenuhi rasa iri , atau bahkan terlontar komentar-komentar nyinyir. Astaghfirullahal’adzim, sungguh kita  menjadi orang yang merugi. Seharusnya dari sini kita mulai berkaca, apakah mau jikalau urusan kita dicampuri oleh orang lain? Jawabnya tentu tidak, bukan.

Maka dari itu, marilah kita kepo dengan hal-hal yang mengingatkan kita dengan urusan akhirat kelak. Yaitu dengan memperbanyak Istighfar, memperbanyak belajar melalui kajian-kajian sunnah, memperbanyak mendengarkan dan membaca Al-Quran, memperbanyak dzikir kepada Allah Azza wa Jalla, dan kegiatan lain yang mendatangkan manfaat serta kebahagiaan bagi diri kita sendiri. Mari kita tinggalkan rasa kepo terhadap urusan privasi orang lain mulai dari sekarang. So, mind your own business alias "Urusilah urusanmu sendiri!".

Berhati-hatilah kalian dari tindakan berprasangka buruk, karena prasangka buruk adalah sedusta-dusta ucapan. Janganlah kalian saling mencari berita kejelekan orang lain, saling memata-matai, saling mendengki, saling membelakangi, dan saling membenci. Jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara(HR. Al Bukhari No. 6064, Muslim No. 2563)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar