Blur. Indra penglihatannya hanya mampu menangkap samar sosok pria misterius yang berdiri memunggunginya di depan
pintu kamar hotel. Ruangan hotel kelas melati yang jauh dari kata lega itu
serasa menghimpit daksanya. Gadis 20 tahun yang terbaring di sana tengah merasakan perih yang teramat sangat,
perih lahir dan batin. Darah segar keperawanan mengalir dari organ terintim
tubuhnya.
Meinar, baru saja dirudapaksa oleh
lelaki yang bahkan dia sendiri tidak tau pasti parasnya. Dia dalam keadaan setengah sadar saat tindakan bejat itu terjadi. Namun satu hal yang dia ingat, pelaku adalah seorang pria bertato naga di dadanya. Kejadian yang Meinar alami akan membekas dalam memori
terkelamnya, hingga ajal yang akan menghapusnya. Kini sang pemerkosapun pergi
meninggalkan Meinar, sendiri.
******
Meinar tidak ingat pasti bagaimana
bisa dia dirudapaksa oleh pria misterius itu. Hal terakhir yang diingatnya adalah
dia diminta untuk datang ke suatu rumah makan oleh seseorang dengan alasan Bima
ingin menemuinya untuk membahas rencana pernikahannya. Yang terjadi
selanjutnya, Meinar tak sadarkan diri setelah meminum segelas minuman yang
disuguhkan padanya di rumah makan itu. Dan kegadisan Meinar berakhir di atas
ranjang hotel. Kepolosan Meinar membawanya pada nasib sial.
Dia tumpahkan kemalangan yang
menimpanya kepada sang ibunda. Tiada hari yang dia lewati tanpa meratapi nasib.
Dadanya sesak, tubuhnya semakin hari beringsut turun. Ingin rasanya berteriak
pada Sang Maha Pemilik raga, mengapa kejadian buruk ini menimpanya. Tak ada
jejak yang ditinggalkan pria misterius itu. Meinar tak tau lagi kemana dan kepada
siapa dia harus mengadu.
“Sabar, Nduk. Ini ujian dari Gusti
Allah. Kuatkan imanmu, Nduk. Dekatkan dirimu kepada Allah. Mari kita lewati ini
semua bersama-sama. Allah akan bersama hambanya yang sabar dan tawakal.” Kata-kata
itu yang selalu diucakan sang ibu kepada putri semata wayangnya.
Bukan hanya Meinar yang terpuruk,
hati ibunya pun ikut luluh lantak. Mereka menangis bersama mencoba berdamai dengan suratan takdir dari Yang Maha Kuasa.
Suatu hari Meinar memberanikan diri
untuk mengungkap aibnya kepada Bima. Berharap Bima masih mau menikahinya
meskipun kondisinya kini tak suci lagi. Malang
tak dapat ditentang, Bima malah menghilang. Meinar tak lagi menjumpai Bima yang
hampir setiap pagi menyempatkan waktu sejenak sekadar untuk pamit bekerja.
Keadaan ini membuat Meinar semakin
putus asa. Keinginannya untuk mengakhiri hidup semakin tak terbendung. Meskipun
ada ibunda tercinta yang selalu menguatkan diri Meinar.
“Mei ga kuat, Bu. Mei mau mati saja. Mas Bima
sudah ga mau ketemu Mei setelah kuceritakan kejadian ini padanya. Dia malah
menuduhku berselingkuh dengan pria lain Bu.” Tangis Meinar pecah di pelukan
ibundanya.
“Istighfar, Nduk. Kematian tidak
akan menyelesaikan masalahmu, Nduk. Ingat siksa Allah amat keji kepada umatnya
yang bunuh diri.” Ibunya tak pernah berhenti mengingatkan Meinar.
“Ujian ini terlalu berat, Bu. Hidupku binasa, rencana pernikahanku dengan mas Bima pupus sudah. Untuk
apa Mei hidup?” ratapnya pada sang ibunda yang wajahnya ikut menua karena
masalah ini.
Keinginan Meinar untuk mengakhiri hidupnya
ternyata bukan isapan jempol belaka. Sudah dua kali Meinar melakukan usaha
bunuh diri, entah dengan cara menenggak racun atau menggantung dirinya. Namun usahanya
selalu gagal karena keburu diketahui ibunya.
Hingga di suatu pagi yang cerah,
ibunda Meinar menemukan anaknya bersimbah darah di kamar. Darah segar
mengalir dari nadi pergelangan tangan Meinar.
“Astaghfirullahal'adzim. Apa yang kamu lakukan, Nduk." Jerit sang ibu pilu.
“Duh Gusti jangan ambil nyawa
anakku.” Pinta ibunda Meinar kepada Sang Rahman Rahim.
“Maafkan Mei, Bu.” Kata Meinar
dalam kondisi yang sangat lemah. Senyum samar dia persembahkan pada sang ibu. Berpikir
bahwa itu adalah senyum terakhir, sebelum malaikat pencabut nyawa mengambil
ruhnya.
“Tolong, tolong.” serta merta sang ibunda lari keluar
rumah mencari pertolongan kepada tetangga sekitar.
Tak dinyana, sang ibunda bertemu
Pak Trenggono, ayah Bima. Tanpa babibu, dia langsung meminta pertolongan Pak Trenggono agar
mau membantunya membawa Meinar ke rumah sakit.
Rupanya hari itu Pak Trenggono sengaja
melewati rumah Meinar. Kabar usaha bunuh diri mantan calon menantunya itu telah
merebak ke seluruh kampung hingga sampai di rungu Pak Trenggono. Dia berlari
mengikuti ibunda Meinar. Dilihatnya sosok itu terbujur tak berdaya di lantai. Hampir
sekarat.
Pak Trenggono mendekati tubuh
Meinar. Kini hanya mereka berdua di kamar itu. Pak Trenggono menyuruh ibunya memanggil sopir yang ada di depan jalan masuk kampung.
Tanpa diduga, Pak Trenggono tertawa jahat melihat kondisi Meinar yang sedang meregang nyawa.
"Hahaha."
Dia mendekati gadis itu. Dengan berjongkok dia menatap wajah Meinar yang nafasnya mulai terdengar satu satu.
"Hahaha."
Dia mendekati gadis itu. Dengan berjongkok dia menatap wajah Meinar yang nafasnya mulai terdengar satu satu.
“Akhirnya aku berhasil
menghancurkanmu sehancur-hancurnya, Cah Ayu. Sampai kapanpun, aku tidak akan
merestui hubunganmu dengan anakku, Bima.” Bisiknya pada Meinar.
Meinar sedikit tersentak mendengar suara Pak Trenggono. Dengan berat
dia mencoba membuka matanya. Hal pertama yang dia lihat adalah tato bergambar naga dari balik kemeja Pak
Trenggono. Memorinya tentang malam laknat itu berputar kembali. Ternyata laki-laki
yang tega menodainya adalah calon ayah mertuanya sendiri.
“Ka...ka...kamu.” katanya lirih. Tak
ada lagi daya yang dia punya. Dalam kondisinya berjuang melawan maut, dia
menemukan pelakunya.
“Hahahaha, kaget? Asal kamu tau, aku
lebih bahagia melihatmu mati daripada melihatmu bersanding dengan orang lain. Apalagi
jika orang itu adalah Bima, anakku sendiri. Ya, aku mencintaimu Mei.” Katanya pada
Meinar dengan seringai penuh kepuasan.
“Aku telah berhasil menjauhkan Bima
darimu, dan menggagalkan pernikahanmu.” Lanjutnya.
Tangan Pak Trenggono mulai mengelus kepala Meinar yang menatapnya dengan penuh kebencian. Andai Meinar masih kuat, akan dia kirimkan ludah ke muka lelaki bejat itu.
Tangan Pak Trenggono mulai mengelus kepala Meinar yang menatapnya dengan penuh kebencian. Andai Meinar masih kuat, akan dia kirimkan ludah ke muka lelaki bejat itu.
Mengapa baru kini dia dipertemukan
dengan pelaku sebenarnya? Di saat usaha bunuh diri Meinar akan membuahkan hasil. Dan
disepertiga ujung nyawanya, Meinar merapal doa kepada Tuhan Yang Maha Adil, meminta agar doanya dikabulkan, doa sebagai orang yang terzalimi. Meski dia menempuh cara yang salah untuk kematiannya.
“Semoga Allah melaknatmu dan melimpahkan seburuk-buruknya azab kepadamu, Trenggono. Akan kutunggu dirimu kelak
di Hari Pembalasan, untuk mendengar pertanggungjawabanmu dihadapan Allah.”
Tepat sebelum Meinar terpejam,
Ibundanya masuk ke kamar Meinar. Dengan sigap, Pak Trenggono mengangkat tubuh
lunglai Meinar. Dia hanya bisa pasrah. Sekali lagi dia berada dalam dekapan lelaki
yang pura-pura membantu dia dan ibunya. Lelaki yang dikira pahlawan oleh ibunya, tak lain adalah
orang yang telah menghancurkan masa depannya.
#tantanganpekan7
#komunitasODOP
#kelasmenulis
#tantangan_membuat_opening_cerpen
baguuusss, pemilihan nama tokohnya tak biasa hehehe
BalasHapushihihi...makasih mba, tapi sebenarnya kurang puas..hiks
Hapustetap semangat
Keren kak, tak terduga
BalasHapusTerimakasih kak
HapusSemoga menhibur 🙏
Sangat menarik ceritanya
BalasHapusTerimakasih kak 😁
HapusBagus tulisannya ^^
BalasHapusYeay..makasih kak
HapusKeren Kakak bagus sekali #semangat
BalasHapusMatyrnuwun pak 🙏
HapusBagus banget tulisannya:)
BalasHapusTerimakasih atas apresiasinya, silahkan datang kembali 🙏
HapusT.T
BalasHapusJangan nangis kak 😥
Hapus