Kuhanya bisa menatap sirik saat
melihat pemandangan di depan mataku. Adegan demi adegan dalam cerita panggung
kehidupan nyata itu terlalu indah untuk bisa kumiliki. Kumelihat banyak kebahagiaan
di dalam rumah bercat hijau prusi itu. Anak-anak seusiaku sedang bermain penuh canda
tawa, ceria, riang gembira. Ah, andai saja aku menjadi salah satu pelakon dalam keluarga itu.
Tak kulihat setitikpun kepiluan di
sana. Awak anak-anak itu bersih terawat, hidup mereka pun seolah teratur rapi. Terlebih waktu makannya, tak
pernah luput walau semenit dari jadwal. Kehidupan mereka seakan berbanding
terbalik dengan kehidupanku.
Apalah aku yang hanya semacam makhluk
proletar. Dilahirkan ke dunia dan dibesarkan oleh ibunda di jalanan. Ya,
hidupku banyak kuhabiskan di jalanan, berteman siang dan malam. Aku, ibu, dan
ketiga saudaraku bisa makan enak tatkala ada uluran tangan dari orang yang mau
berbaik hati memberi kami makanan. Jika tak ada, kumakan saja makanan seadanya,
asal perutku kenyang.
Masih terkenang dalam memori ketika
aku masih kecil. Di saat seharusnya kami mendapatkan asupan gizi asi dari
ibuku, dia akan beringsut pergi bahkan sebelum aku atau saudaraku merebahkan
badan di dekatnya. Bukan karena tak mau, tapi rupanya ibuku juga merasakan
perih di lambung karena lapar yang teramat sangat. Kadangkala ketika ibuku mau
menyusui, hanya setetes dua tetes asi yang keluar. Dan itu tak cukup untuk
menutupi rasa lapar dan dahagaku.
Terkadang, ibuku mau berbagi makanan dengan
kami. Itupun jika makanan yang dia bawa pulang cukup banyak, kalau tidak, ya akan
dia makan sendiri. Cukup menyedihkan memang, tetapi itulah realita hidupku. Lalu
di mana ayah yang seharusnya mencarikan rezeki buat kami? Entahlah.
#tantangan_odop_pekan8
#tantangan_odop_pekan8_episode1
#menulis_cerbung
#kelasmenulis
#komunitasODOP
Kok bikin terpotek-potek ceritanya. ðŸ˜
BalasHapushihihi...dilanjut ya bu kiya bacanya..endingnya tak turduga loohhh
Hapus