Jam sudah menunjukkan pukul 8.00 ketika kami
meninggalkan rest area tol Brebes. Dengan perut kenyang, hati riang kami
lanjutkan road trip kami ke Jakarta. Kiranya kami sudah menempuh separuh
perjalanan. Masih penjang memang, tapi kami menikmatinya. (Asal si bayi tidak
rewel saja, perjalanan tetap menyenangkan, hihihi).
Setelah berkendara selama 3 jam, rambu petunjuk
jurusan tol menerangkan bahwa kami akan memasuki wilayah Cirebon. Tiba-tiba
suami nyeletuk kalau ingin mampir ke sana. Aku iyakan keinginan suami, karena mumpung
dilewati, kapan lagi kami punya kesempatan dolan ke Cirebon.
Kota yang terkenal dengan sebutan Kota Udang ini adalah
salah satu kota yang berada di wilayah provinsi Jawa Barat. Selayaknya kota
yang berada di pesisir pantai, tepatnya di pesisir utara pulau Jawa, cuaca Cirebon
di siang hari juga panas terik. Matahari bersinar cerah kala kami memasuki
kotanya.
Aku baru tau kalau Cirebon dulunya adalah sebuah kerajaan.
Terbukti dengan adanya jejak sejarah berupa Keraton Kasepuhan Cirebon. Kami
berhenti untuk menengok bangunan Keraton Kasepuhan Cirebon. Hitung-hitung juga
berwisata, memperkenalkan sejarah kepada anak sulungku. Untuk memasuki areanya,
kita hanya perlu membayar Rp 10.000,00/kepala.
Di dalam area keraton terdapat museum yang
menjelaskan tentang sejarah Keraton Kasepuhan Cirebon. Untuk masuk ke sana, per
orang akan dikenakan biaya Rp 25.000,00. Di dalamnya terdapat kaca display yang memamerkan barang-barang
peninggalan kerajaan, seperti senjata perang, alat musik gamelan, guci-guci,
kereta kencana, dan baju zirah. Museumnya tidak terlalu besar, tapi cukup untuk
menyuguhkan dan menjelaskan tentang asal-usul keraton Cirebon.
Museum pusaka keraton kasepuhan Cirebon |
Kereta kencana yang menjadi salah satu koleksi museum |
Bagian depan keraton kasepuhan Cirebon |
Berada di salah satu bagian bangunan di dalam keraton Cirebon |
Areanya cukup luas, tetapi karena panas matahari
mulai menyengat, kami putuskan untuk mengakhiri penjelajahan kami di Keraton
Kasepuhan Cirebon. Kamipun beranjak dari wisata edukasi sejarah dan beringsut
ke wisata kuliner. Horeee, ini yang sudah aku tunggu-tunggu.
Setelah browsing di google, tersebutlah makanan
empal gentong sebagai kuliner khas Cirebon. Penasaran bagaimana rasanya,
kamipun tak sabar untuk mencobanya. Pilihan kami tertuju pada empal gentong
Haji Apud.
Seporsi empal gentong, seporsi empal asem, seporsi
tahu gejrot, dan 3 porsi nasi menjadi pilihan menu makan siang kami. Semangkuk empal
gentong berisi irisan daging yang diberi kuah santan berwarna kuning pekat,
pertanda bumbunya yang medok. Rasanya hampir mirip dengan soto betawi. Gurih nikmat
yang pasti.
Empal gentong dan Empal asem khas Cirebon ala Haji Apud |
Berbeda rasa kuahnya dengan empal gentong, kuah empal asem cenderung bening dengan cita
rasa asam segar dan gurih. Semangkok empal asem sama-sama berisi irisan daging dan
tomat.
Puas dengan kuliner khas Cirebon, kamipun bergegas
untuk melanjutkan perjalanan kami yang kira-kira tinggal sepertiga lagi. Matahari sudah
mulai condong ke barat ketika kami akan meninggalkan kota wali, Cirebon. Semoga
kami sekeluarga bisa mengunjungi kota ini kembali di lain hari. Dan perjalanan
kami menuju Jakarta pun masih berlanjut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar