Sabtu, 19 Oktober 2019

SAKINAH BERSAMAMU

1 Maret 2013, menjadi salah satu hari yang berkesan dalam hidupku. Di hari itu status singleku berubah menjadi menikah. Yeay! Akhirnya pria pujaan hatiku yang telah kukenal selama kurang lebih 365 hari akhirnya sah menjadi suamiku. Percaya tidak percaya rasanya kami bisa melalui segala macam halang rintang sebelum acara akad nikah dilaksanakan.

Suamiku, tak lain adalah teman seangkatanku semasa SMP dan SMA. Namun anehnya, kami tidak pernah saling sapa, pun kenal saja tidak. Hihihi. Ya itulah yang namanya jodoh. Mau dicari sampai ke ujung dunia, ujung-ujungnya berjodoh dengan teman semasa sekolah.

Facebook, media sosial yang menjadi saksi bisu awal pertemuanku dan suami. Kala itu tidak ada angin tidak ada hujan, tiba-tiba ada seorang pria menyapaku melalui chatroom Facebook. Kekepoanku seketika muncul, siapa gerangan lelaki yang menyapaku ini. Setelah aku telusuri, baru kusadari kalau dia adalah teman satu sekolah. Mencoba mengingat-ingat roman muka lelaki yang saat itu tak terbayangkan  jika dia kelak menjadi imamku ini, tetapi tak terlintas ingatan sedikitpun tentang wajahnya. Iseng kubertanya pada teman baikku yang juga satu SMA dengan kami, tak kunyana dia malah ingat dengan sosok dia.

Suamiku rupanya lelaki yang cukup populer di sekolah pada zamanku. Hobinya cukup ekstrim, seperti  berantem, balap motor, dan bolos sekolah. Ups, maaf ya Pak Suami, tidak bermaksud untuk membuka aib masa lalu kok. Hihihi. Namun itu sudah menjadi masa lalu suamiku. Sekarang  dia menjadi sosok imam keluarga yang paling bijaksana dan bertanggung jawab di mataku. Sisa-sisa kebandelan dia di masa lalu terkadang kami jadikan bahan guyonan. Katanya, untung dia pernah bandel, sehingga dia akan tau bagaimana mengarahkan dua anak kami, yang notabene laki-laki semua, agar tidak salah pergaulan seperti yang pernah dia alami.

Hari-hari yang kami lewati sebagai sepasang suami-istri bukan tanpa halangan. Banyak konflik-konflik kecil yang harus kami hadapi. Keegoisan masih sering muncul di awal pernikahan kami. Dan Alhamdulillah kami bisa menghadapi itu semua. Kuncinya adalah komunikasi, sebesar apapun rasa mangkel terhadap sifat atau perilaku pasangan kita, ungkapkan saja. Karena itu bisa menjadi bahan introspeksi diri kita masing-masing. Tidak ada manusia yang sempurna, aku dan suami banyak kekurangannya. Namun kami saling melengkapi kekurangan dan kelebihan masing-masing.

Usia penikahan kami terbilang masih sangat muda. Baru menginjak TK kalau di usia manusia. Aku yakin akan ada banyak tantangan yang siap menguji kami. Namun kami juga yakin akan bisa melampauinya. Kami berdua sedang dan masih berproses untuk menjadi orang tua yang ideal, orang tua yang  bisa menjadi suri tauladan bagi dua jagoan kami. Tak pernah lepas dari doaku kepada Allah yang telah mempersatukan kami, agar kami selalu dimudahkan dan dilancarkan untuk dapat menaklukkan kerikil-kerikil tajam kehidupan rumah tangga kami. Inginku mengarungi bahtera rumah tangga yang sakinah, mawadah dan rahmah hanya bersamamu, wahai Suamiku. Allahumma amin.

2 komentar:

  1. Aamiin, semoga sampai surgaNya kelak

    BalasHapus
    Balasan
    1. Allahumma aminnn, matur nuwun mba bwt doanya 🌹🌹

      Hapus